Jakarta (NusantaraBaru) – Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, mengingatkan bahwa kemajuan teknologi keuangan, terutama cryptocurrency atau mata uang digital (kripto), membuka peluang bagi pelaku kejahatan untuk memanfaatkan aset digital dalam kegiatan ilegal, seperti korupsi, judi online, narkoba, dan pencucian uang.
Bamsoet menegaskan pentingnya pengawasan ketat dan regulasi khusus untuk menangani perdagangan aset kripto guna mencegah potensi penyalahgunaan yang dapat mengarah pada kejahatan terorganisir.
Kripto menawarkan transaksi tanpa batas yang sulit dilacak, membuatnya menarik bagi pelaku kejahatan. Karakteristik pseudoanonim memungkinkan pembeli dan penjual beroperasi secara anonim. Teknologi blockchain yang mendasari kripto juga tidak memiliki otoritas pusat, sehingga transaksi lintas negara dapat terjadi dengan cepat dan murah, jelas Bamsoet dalam rapat Komisi III DPR dengan PPATK di Gedung Parlemen, Rabu (6/11/2024).
Bamsoet, yang juga merupakan Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20, memberi contoh bahwa tindak korupsi sering melibatkan kripto.
Blockchain memungkinkan uang hasil korupsi dipindahkan dan disembunyikan dengan efisien, tanpa jejak yang mudah dilacak.
Sekitar 24 persen dari kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan transaksi dengan mata uang digital, ungkapnya.
Lebih lanjut, Bamsoet menyebutkan bahwa kripto juga banyak digunakan dalam pencucian uang dari transaksi narkoba dan judi online.
Menurut data UNODC, sekitar 7 persen dari total transaksi kripto di pasar gelap terkait dengan perdagangan narkoba.
Judi online pun banyak memanfaatkan cryptocurrency, karena sifat anonimnya menyulitkan pengawasan.
Dalam konteks pencucian uang, Presiden RI Joko Widodo juga pernah menyoroti masalah ini.
Menurut laporan Crypto Crime Report, terdapat indikasi pencucian uang menggunakan aset kripto senilai US$8,6 miliar secara global pada tahun 2022, dengan modus utama berupa transfer dana ilegal dalam bentuk kripto.
Data dari Bappebti mencatat bahwa jumlah pengguna aset kripto di Indonesia hingga September 2024 mencapai 21,27 juta orang, dengan nilai transaksi kripto mencapai Rp426,69 triliun.
Bamsoet menyayangkan belum adanya regulasi khusus di Indonesia terkait penindakan pidana dalam perdagangan aset kripto.
Ia menambahkan bahwa karakteristik pseudoanonim dan transaksi lintas negara membuat upaya pelacakan sangat sulit dilakukan oleh PPATK.
Menurut Bamsoet, regulasi yang kuat sangat diperlukan untuk memastikan aset kripto tidak disalahgunakan oleh para pelaku kejahatan terorganisir. ***