Jakarta (NusantaraBaru) – Bertempat di lantai 5 Kantor Kementerian ATR/BPN RI, berbagai organisasi yang tergabung dalam Aliansi Nawa Gatra Indonesia berkumpul untuk menyampaikan pandangan strategis terkait penyelesaian konflik pertanahan di Indonesia.
Hadir dalam pertemuan ini antara lain GALARUWA, Kermahudatara, Peduli Misi Desa, Fajar Keadilan Sejahtera, LMA Papua, Majelis Adat Dayak Nasional, dan Yayasan Suku Pakpak Nusantara.
Delegasi ini diterima oleh Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN RI, Slameto Dwi Martono.
DR. MP Panggabean, mantan Hakim Agung yang kini menjabat Ketua Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara (Kermahudatara), menekankan pentingnya keberadaan masyarakat adat dalam penyelesaian sengketa lahan.
Sebelum kemerdekaan, masyarakat hukum adat sudah ada di Nusantara, dan kini Kermahudatara siap bersinergi dengan pemerintah, ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Kermahudatara telah mendidik dan melatih mediator bersertifikat, sehingga siap berperan aktif dalam membantu penyelesaian konflik lahan.
Farel Edward Lingga, Ketua Yayasan Suku Pakpak Nusantara, menyoroti keberadaan tanah ulayat Suku Pakpak yang tersebar di lima kabupaten dan satu kota di Sumatera Utara dan Aceh.
Saat ini, pihaknya tengah mengupayakan pengelolaan Hutan Adat Suku Pakpak Silima Suak di atas lahan eks Taman Hutan Raya Raja Sisingamangaraja XII yang seluas 51.600 hektar.
Pengelolaan ini berlandaskan Keputusan Presiden Soeharto Nomor 48 Tahun 1988.
Pertemuan ini diakhiri dengan penyerahan buku karya DR. MP. Panggabean berisi pokok-pokok pemikiran terkait penyelesaian sengketa lahan di Indonesia, serta cenderamata berupa bingkai e-paper Surat Kabar Nusantara Baru sebagai simbol harapan sinergi positif antara pemerintah dan masyarakat hukum adat. ***